Thursday, July 3, 2014
On 10:47 PM by Studio 3B Kedu No comments
Permasalahan yang terdapat di Kecamatan Kedu yang akan
dibahas pada laporan akhir ini adalah seluruh permasalahan ditinjau beberapa
aspek antara lain sebagai berikut:
Fisik Dan Sumberdaya Alam
1. Terjadinya Longsor di Desa Gondangwayang, Bojonegoro
dan Desa Bandunggede
“Permasalahan dari aspek fisik dan sumber daya alam adalah bencana longsor di Desa Bojonegoro, yaitu sering ada longsor jika terjadi hujan lebat.”(Hadi Purwanto, 2014 k/8/SDA)
Pada peta keluaran Bappeda tahun 2011 berikut, diketahui Kecamatan Kedu memiliki potensi bahaya
geologi berupa gerakan tanah di Desa Kutoanyar, Tegalsari, dan Desa Danurejo.
Sedangkan, 11 desa lainnya tidak memiliki bahaya geologi gerakan tanah maupun
bahaya geologi lainnya. Permasalahan
dari aspek
fisik dan sumber daya alam adalah bencana longsor di Desa Bojonegoro yaitu sering ada
longsor jika terjadi hujan lebat. Hal tersebut
disebabkan oleh kondisi topografi ketiga desa tersebut berada pada kelas
kelerengan 8-25% yang tergolong curam.
Permasalahan tersebut juga didukung oleh litologi
tanah berupa latosol coklat yang memiliki sifat yang
remah dan rentan terhadap erosi.
2. Serangan Hama Penyakit pada Tanaman Pangan
“Permasalahan serangan
hama penyakit pada tanaman pangan terjadi di Desa Karangtejo adalah hama tanaman yang
sering menyerang pertanian warga, seperti hama wereng dan penyakit kuning yang
menyerang padi sehingga menurunkan tingkat produksi dan kualitasnya.” (Wawan, 2014 k/13/SDA)
“Sudah 3 tahun terakhir mengalami gagal panen
karena serangan hama, termasuk tanaman jagung saat
ini sepertinya kurang maksimal.”(Talipun, 2014 P/13/SDA)
Berbagai
permasalahan yang dihadapi terkait sumber daya alam berbeda-beda pada setiap
desa di Kecamatan Kedu, baik dalam sektor pertanian ataupun sektor industri. Permasalahan
serangan hama penyakit pada tanaman pangan terjadi di Desa Karangtejo, Gondangwayang,
Danurejo, dan Desa Salamsari adalah hama tanaman yang sering menyerang pertanian warga, seperti hama wereng dan penyakit kuning yang menyerang padi
sehingga menurunkan tingkat produksi dan kualitasnya.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya gagal panen akibat serangan hama, termasuk tanaman jagung saat ini sepertinya kurang
maksimal.
Populasi/Demografi
1. Rendahnya Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Kedu
Berdasarkan piramida penduduk Kecamatan Kedu tahun
2012, jumlah penduduk di usia produktif yaitu 20-29 tahun dari penduduk berusia
15-19 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak penduduk yang memilih
untuk bekerja di luar Kecamatan Kedu setelah tamat sekolah, sehingga
kuantitas sumber daya manusia di Kecamatan Kedu berkurang. Selain
itu, pendidikan terakhir penduduk di Kecamatan Kedu sebesar
49% adalah tamat Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan penduduk
di Kecamatan Kedu akan pendidikan. Tingkat pendidikan suatu penduduk juga
mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.
Ekonomi
1. Rendahnya Tingkat Pendapatan Penduduk.
Tingkat pendapatan penduduk di Kecamatan Kedu yang
rendah yaitu dari 100 responden 51% memiliki pendapatan sebesar < Rp1.000.000,00/bulan. Tingkat pendapatan
penduduk Kecamatan Kedu ini tergolong tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar
penduduk jika mengacu pada regulasi penetapan Upah Minimum Regional (UMR)
Kabupaten Temanggung pada tahun 2014 sebesar Rp1.050.000,00/bulan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kantong-kantong
kemiskinan di Kecamatan Kedu dengan
angka kemiskinan penduduk sebesar 16% sehingga dapat menurunkan tingkat
kesejahteraan penduduk. Pengeluaran
pendapatan masyarakat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan air bersih
dengan mayoritas pengeluaran sebesar < Rp50.000,00/bulan dan untuk
memenuhi kebutuhan air bersih dengan rentang Rp11.000,00-Rp25.000,00/bulan.
2.
Buruknya Tataniaga, Ketidakpastian
Harga Komoditas dan Ketergantungan Harga Jual Komoditas kepada Pihak Ketiga
“Produksi tanaman padi
di Kecamatan Kedu sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan, ketinggian, luas
lahan, dan hama penyakit...” (Parmi, 2014
P/11/Ek)
“LKM anggotanya masih sedikit karena
dana pokok hanya Rp100.000.000,00” (Hambali, 2014 P/11/Org)
“...Tidak ada kredit usaha rakyat, namun dari
pihak Gapoktan mengaku ada kas bantuan dan urunan Rp50.000-Rp100.000/kelompok tani untuk membeli pupuk dan bibit.” (Parmi, 2014 P/11/Ek)
Buruknya tataniaga komoditas unggulan diindikasikan
oleh tata niaga tembakau di Kecamatan Kedu maupun di Kabupaten Temanggung yang masih menggunakan sistem
monopsoni, yaitu penjual dengan jumlah banyak dengan jumlah pembeli yang
sedikit. Hal ini dikarenakan produksi rokok kretek lebih sedikit dibandingkan
dengan petani produsen tembakau. Terlebih, produksi tembakau pada dasarnya
dipengaruhi oleh luas lahan dan jumlah tanaman yang ditaman per luasan
tersebut. Pendapatan petani tembakau sangat dipengaruhi oleh harga tembakau per
kilogramnya. Kondisi demikian membuat petani tembakau hidup dalam
ketidakpastian harga terutama bagi petani yang memiliki lahan pertanaman
tembakau yang sempit, modal terbatas, dan teknologi budidaya yang masih
diterapkan masih sederhana. Selain itu, tidak adanya kebijakan pemerintah dalam
mengatur harga tembakau serta rendahnya kemampuan tawar petani dalam menentukan
harga produk akibat peran tengkulak-tengkulak rokok yang dominan dalam
menentukkan harga menyebabkan petani tidak dapat mencukupi kebutuhan dasarnya
(tingkat pendapatan rendah).
Selain itu, akses permodalan yang terbatas sehingga petani kurang
modal untuk dapat melakukan perawatan tanaman. Hal tersebut disebabkan karena
tidak adanya kredit usaha rakyat di Kecamatan Kedu dan modal yang diberikan
oleh pemerintah kepada kelompok-kelompok tani hanya sebesar 100 juta rupiah dan
tidak mencukupi untuk kebutuhan bibit, pupuk, perawatan hingga pemanenan.
3.
Rendahnya Kualitas SDM
dalam Mekanisme Pasar
“…Harga
jual barang dari hasil industri tidak tahu. Barang diambil oleh pabrik, atau
bisa juga dikirim melalui agen langsung ke pabrik.” (Fatonah, 2014SI/1/R\Ek)
Rendahnya kemampuan penduduk dalam melakukan proses
olahan produk-produk pertanian seperti kopi, padi, dan tembakau dan industri
pengolahan rajutan diindikasikan terjadi akibat adanya rendahnya kualitas SDM
dalam mekanisme pasar. Kurangnya kemampuan tawar petani dan pengrajin akibat
kurangnya modal dan jaringan pemasaran ini mengakibatkan daya saing produk yang
dihasilkan rendah. Sebut saja seperti produk rajutan di Desa Danurejo dan kopi
di Desa Bandunggede, potensi ekonomi strategis karena memiliki orientasi
pemasaran terhadap ekspor tidak disadari oleh para petani dan pengrajin. Mereka
cenderung memproduksi barang sesuai dengan permintaan pasar dan harga jualnya
bergantung pada pihak ketiga. Hal tersebut pada akhirnya akan menurunkan
kesejahteraan hidup penduduk di Kecamatan Kedu.
Infrastruktur dan Fasilitas
1.
Ketimpangan Pembangunan
Infrastruktur Jalan antara kawasan pedesaan dan perkotaan
Infrastruktur jalan di Kecamatan Kedu masih banyak
jalan yang masih berupa makadam atau maupun jalan tanah, jalan yang beraspal
hanya berada di jalan kolektor yang menghubungkan Kecamatan Temanggung dengan
Kecamatan Parakan dan jalan jalan penghubung antar desa. Masih minimnya jalan
yang beraspal disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata di Kecamatan Kedu,
sehingga menyebabkan ketimpangan antar desa di Kecamatan Kedu. Banyaknya jalan
yang masih berupa makadam tadi tentunya akan menghambat aksesibilitas dan
membuat ketidaknyamanan berkendara.
2.
Ketimpangan Pembangunan Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan dan Perdagangan antara kawasan pedesaan dan perkotaan
Selain permasalahan jalan, masih minimnya berbagai
fasilitas pendidikan, kesehatan dan perdagangan menyebabkan Kecamatan Kedu
tertinggal oleh dua kecamatan yang mengapitnya yaitu Kecamatan Temanggung dan
Kecamatan Parakan. Persebaran fasilitas yang ada di Kecamatan Kedu pun tidak
merata, semuanya terpusat hanya di Desa Kedu, sehingga hal ini dapat
menimbulkan ketimpangan antar wilayah di Kecamatan Kedu sendiri. Kecamatan Kedu
sendiri bahkan tidak memiliki terminal sama sekali, di Kecamatan Kedu hanya
terdapat terminal bayangan dimana hanya sebagai tempat pemberhentian sementara.
Tidak adanya terminal itu sendiri tentunya akan menimbulkan kerugian bagi
Kecamatan Kedu, karena tidak adanya penghasilan tambahan untuk meningkatkan
perekonomian di Kecamatan Kedu.
3.
Jaringan Drainase Alami
yang Cepat Amblas
Drainase di Kecamatan Kedu 70 % dalam kondisi
lancar, 9 % dalam kondisi kering, dan 13 % dalam kondisi mampat. Untuk drainase yang ada
di Kecamatan Kedu mayoritas berupa drainase alami berupa tanah dengan
sistem terbuka di
depan rumah penduduk yang hanya dilubangi membentuk saluran drainase. Drainase
alami dapat membuat tanah lebih cepat amblas karena tidak terdapat pengerasan
tanah sehingga air hujan langsung masuk ke dalam tanah. Drainase yang ada
itupun merupakan swadaya penduduk yang sadar akan pentingnya drainase. Di
beberapa titik yang ada di setiap desa di Kecamatan Kedu sudah terdapat
drainase buatan, akan tetapi jumlahnya belum memadai
4.
Sistem Pengelolaan
Persampahan Masih Tradisional
Sistem persampahan yang ada pada 14 desa di Kecamatan
Kedu berupa dibakar di dalam lubang baik pada saluran drainase yang masih
alamiah maupun di belakang rumah penduduk. Sistem persampahan ini kurang sehat,
meskipun hemat biaya. Karena sampah yang dibakar menghasilkan gas Karbondioksida
yang dapat membahayakan kesehatan penduduk jika berada di sekitarnya.
Kelembagaan Penduduk Aspek Sosial
1.
Tidak Adanya Kebijakan Harga Komoditas Unggulan
“…Daun tembakau dijual dengan harga berkisar antara Rp 1500 - Rp 5000/kg ...Harga jualnya akan semakin tinggi jika daun tembakau yang telah dikeringkan dan dirajang yaitu sekitar Rp50.000-Rp150.000/kg P/11/Ek.” (Parmi, 2014 P/11/Ek)
Permasalahan yang terjadi dalam aspek kelembagaan diindikasi
sebagai dasar permasalahan yang terjadi di Kecamatan Kedu. Hal ini
diindikasikan berdasarkan fakta di lapangan bahwa tidak adanya kebijakan
pemerintah terkait dengan pengaturan harga-harga komoditas unggulan di
Kecamatan Kedu maupun di Kabupaten Temanggung. Lemahnya sistem management peran kelompok-kelompok tani
dan tidak adanya regulasi pemerintah Kabupaten Temanggung terhadap nilai harga
komoditas ini menyebabkan terjadinya kerugian bagi para petani dan industri
pengolahan,hal
tersebut dikarenakan berkurangnya nilai jual hasil produksi dan
menyebabkan kurangnya daya saing produk dan kapasitas produksi di Kecamatan
Kedu. Tidak adanya kebijakan harga komoditas ini juga diperparah oleh adanya
sistem monopsoni terutama bagi komoditas tanaman tembakau dan kopi, dimana para
petani di Kecamatan Kedu yang hanya memproduksi daun tembakau dengan harga
jualnya hanya mencapai Rp1.500-Rp5.000/kg dan Rp13.000/kg lebih rendah
jika dibandingkan harga jual daun tembakau yang telah dirajang sebesar Rp50.000-Rp150.000/kg.
2.
Tidak Adanya Promosi Pemerintah Terhadap Produk-Produk
Unggulan
“Industri
tersebut memiliki keterkaitan dan ketergantungan antara pabrik. Apabila dari
pabrik tidak memiliki pesanan kepada industri tersebut, maka dari industri juga
tidak akan melakukan proses produksi.” (Fatonah, 2014 SI/1/R)
Kecamatan Kedu memiliki potensi produk-produk unggulan
yang memiliki orientasi pemasaran ekspor, diantaranya produk kopi
di Desa Bandunggede dan industri pengolahan rajutan di Desa Danurejo. Namun,
tidak adanya promosi dan intervensi pemerintah menyebabkan produk-produk ini
tidak dapat memiliki daya saing produk dan kapasitas produksi yang rendah
dengan harga jual yang rendah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Popular Posts
-
Peta Kondisi Fisik Kabupaten Temanggung Peta Administrasi Kabupaten Temanggung Peta Klimatologi Kabupaten Temanggung Peta H...
-
Peta Kondisi Fisik Wilayah Meso Peta Administrasi Wilayah Meso Peta Klimatologi Wilayah Meso Peta Kondisi DAS Wilayah Meso ...
-
Karakteristik Fisik Kecamatan Kedu 1. Topografi Kondisi topografi di Kecamatan Kedu memiliki beberapa tingkat kelerengan yang cukup...
-
Laporan Akhir Studio Proses Perencanaan 3B BAB I BAB II BAB III BAB IV
-
1. Fisik Dan Sumberdaya Alam Kecamatan Kedu memiliki topografi yang relatif datar antara 0-8%, 8-15%, dan 15-25%.Kecamatan Kedu j...
-
Permasalahan yang terdapat di Kecamatan Kedu yang akan dibahas pada laporan akhir ini adalah seluruh permasalahan ditin...
-
Peta Kondisi Fisik Kecamatan Kedu Peta Litologi Batuan Kematan Kedu Peta Hidrologi Kecamatan Kedu Peta Kelerengan Kecamatan Ke...
-
Ekonomi Karakteristik kegiatan perekonomian yang paling menonjol di Kecamatan Kedu adalah pada kegiatan pertanian, peternakan, dan in...
-
1. Kepadatan dan Distribusi Penduduk Kecamatan Kedu memiliki jumlah penduduk sebanyak 55.368 jiwa yang terdiri dari 27.861 jiwa p...
-
Contoh Desain Contoh Transisi Bab Contoh Layout Laporan Contoh Layout Laporan ( potrait ) Contoh Layout Laporan ( landsc...
0 comments:
Post a Comment